Thursday, 29 September 2011

REKONSTRUKSI MAKNA JIHAD

Rekonstruksi Makna Jihad dalam artikel ini mencoba menguraikan makna jihad yang sebenarnya yang selama ini terkikis oleh makna jihad dalam arti sempit. Mendengar kata-kata jihad, bayangan kita seolah menuju pada sebuah pertempuran yang dahsyat dengan senjata yang dilakukan untuk membela agama, atau dalam istilah yang lebih khusus disebut perang sabil. Dalam bahasa Inggris kata jihad diterjemahkan dengan sebutan holly war (perang suci), kata ini semakin memperlihatkan jihad dalam makna yang mengerikan. Maka tidak heran jika dunia barat melihat jihad sebagai kata-kata yang sangat ditakuti dan bermakna sangat negatif; identik dengan perang, pedang, darah, dan kematian.

Jihad memang bisa dimaknai dengan perang mempertahankan agama dari serangan orang kafir atau musyrik. Jihad dalam konteks ini, dalam istilah Arab disebut qital atau sabilillah. Tetapi qital hanya merupakan bagian saja dari jihad, masih banyak bagian-bagian lain yang masuk dalam kategori jihad. Bahkan Nabi Muhammad saw. setelah perang Badar mengatakan bahwa jihad terbesar bagi umat manusia adalah jihad melawan hawa nafsu. Artinya jihad bukan berarti perang fisik.


makna jihad, jihad

Kata-kata jihad, belakangan ini, lebih sering digunakan setelah lebih dari setengah abad lengang dari perbincangan orang. Maraknya kerusuhan-kerusuhan antar-kelompok di berbagai daerah salah satunya disebabkan oleh isu agama. Bahkan di daerah yang tidak dilanda kerusuhan pun, kata-kata jihad menjadi sering dipakai dalam aksi-aksi solidaritas. Kata-kata ini menjadi sangat efektif untuk menyentuh sisi emosi keagamaan. Sehingga kata-kata ini mudah sekali untuk memobilisasi massa. Entah untuk aksi massa atau untuk pengiriman-pengiriman ‘pasukan’ bantuan.

Kata jihad memang mempunyai daya dorong yang cukup dahsyat, sebagaimana halnya kata Allahu Akbar, merdeka, dan semacamnya. Menurut teorinya sastrawan Sutarji Calzoum Bachri “pada dasarnya tiap kata itu adalah mantra”, maka kata jihad termasuk kategori kata yang mempunyai kekuatan provokatif untuk membangkitkan semangat umat Islam. Kita bisa mengakui kalau resolusi jihad yang dibuat Hasyim Asy’ari ternyata mampu membangkitkan perlawanan arek-arek Surabaya terhadap sekutu, demikian juga semangat perlawanan terhadap kolonialisme yang dilakukan oleh pesantren-pesantren, didasari pada semangat jihad (semangat memperjuangkan agama).

Perbedaannya, kalau dulu, jihad digunakan untuk membangkitkan semangat perlawanan terhadap penjajah, maka sekarang jihad digunakan untuk membangkitkan perlawanan sebagian golongan terhadap golongan lain sesama bangsanya sendiri, meski dengan dasar sentimen agama. Jihad bukan lagi diarahkan sebagai perlawanan terhadap penindasan, akan tetapi menjadi persoalan eksistensi dan emosi, sehingga subyektifitas seseorang menjadi dominan. Ujung-ujungnya adalah pembelaan terhadap kepentingan sendiri atau kelompoknya agar bisa berkuasa.

Dalam al-Qur’an kata jihad disebut sampai 35 kali, menunjukkan betapa pentingnya kata ini. Bahkan di dalam training-training perkaderan organisasi Islam biasanya ada materi khusus yang membahas mengenai hal ini. Materi ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada kader tentang ruhnya. Bahwa dalam melakukan segala aktivitas, kita harus mengawalinya dengan sebuah niat yang tulus. Namun pemaknaan jihad yang sempit selama ini menjadikannya bernuansa negatif dan banyak yang enggan menggunakan kata-kata itu. Sayyid Hossein Nashr menyebutkan, terjemahan kata jihad yang selama ini kita lihat telah mempersempit makna keseluruhannya. Orang Barat telah menghilangkan sisi makna spiritual jihad. Padahal dengan pemaknaan dari sisi ini, jihad akan menjadi energi yang sangat kuat bagi kebangkitan Islam tanpa melalui kekerasan.

Jihad dalam arti yang lebih luas berarti sebuah kegiatan dengan mencurahkan segala kemampuan. Apapun bentuk kegiatannya, yang penting segala bentuk kerja yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, itulah yang dinamakan jihad. Misalnya, bekerja mencari nafkah, berpikir, belajar, bertani, berdagang, dan sebagainya.

Terjadinya penyempitan makna jihad sebenarnya merupakan salah satu bentuk dari adanya penindasan pemaknaan yang dilakukan oleh Barat. Persepsi terhadap kata jihad yang identik dengan perang menenteng senjata, melahirkan kesan bahwa Islam merupakan agama yang dibawa dengan kekerasan dan pedang. Stigma (cap buruk) perang Salib di mana Islam dan Kristen berhadapan secara frontal masih menguasai alam bawah sadar mereka. Lukisan bahwa Islam itu kejam, penuh dengan darah menjadi semakin kental dengan adanya penyempitan makna seperti ini.

Ada yang mengatakan bahwa jihad merupakan rukun Islam keenam dan menjadi penyempurna bagi keislaman seseorang, karena dengannya ia akan selalu konsisten dalam memperjuangkan idealismenya. Turunan ketiga dari makna pensyahadatan tauhid adalah jihad. Setelah orang percaya tentang adanya sang khaliq (pencipta), maka ia akan menjadi percaya dan meyakini dengan mantap, itulah yang disebut iman. Dari sini kemudian timbul semangat baginya untuk melakukan tugas-tugas kekhalifahan yang didasari oleh kesadaran akan peran-perannya. Tumbuhnya semangat jihad akan dimulai dari adanya kesadaran-kesadaran ini. Berjihad merupakan sebuah bukti akan kejelasan orientasi dan tujuan seorang manusia akan segala perbuatan yang ia lakukan.

Berjihad berarti melakukan tugas kekhalifahan yang dikerangkakan dalam bentuk, alur dan tujuan yang jelas. Apapun bentuk perannya, kalau sudah terkerangkakan sedemikian rupa, maka segalanya akan menjadi indah. Bahkan peran seberat apapun akan selalu dijalankan dengan penuh semangat karena dilakukan dengan penuh kesadaran. Pengorbanan menjadi sesuatu yang diharapkan, bukan sesuatu yang dihindari. Baginya pengorbanan adalah bentuk pemasrahan “cinta”, bukan sekedar konsekuensi dari perjuangan. Ada sesuatu yang dipunyai dalam dirinya sehingga membangkitkan sebuah energi perjuangan yang sangat tinggi. Itulah jihad, melakukan tugas kekhalifahan dengan semangat kesungguhan yang paripurna.

Idealnya setiap orang Islam memahami konsep jihad ini. Sehingga dalam hidupnya memiliki orientasi yang jelas. Bentuk peran yang dijalankan adalah bagian dari proses saja. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai tujuan yang sama, mencapai kesempurnaan hidup dan kebahagiaan, di situlah setiap orang melakukan pengabdian (ibadah). Dan pengabdian adalah kemanusiaan yang membawa orang mencapai ketakwaan. Sehingga dengannya manusia benar-benar menjadi termanusiakan. Tidak seperti sekarang ini, seakan jihad hanya milik orang-orang tertentu saja. Orang hanya dianggap berjihad jika sudah bersedia berangkat ke medan perang. Dan para petani yang menggarap sawahnya untuk menafkahi keluarganya tidak dianggap jihad. Demikian artikel tentang rekonstruksi makna jihad. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Ibadah Puasa Kita Dijadikan Sarana Komersialisasi

Read more ...
Designed By Blogger Templates