Showing posts with label Sejarah Nasional. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Nasional. Show all posts

Saturday, 4 April 2015

SEJARAH BERDIRINYA VOC (VEREENIGDE OOST INDISCHE COMPAGNIE) 1602

Pagi sobat master-masday, kali ini akan dibahas tentang sejarah berdirinya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Pada sekitar akhir abad ke-16 perairan kita didatangi bangsa-bangsa Eropa, antara lain bangsa-bangsa : Belanda, Inggris, Perancis, dan denmark. Pelaut-pelaut Inggris dan Belanda susul-menyusul tiba di Indonesia. Pada Umumnya pelaut Inggris selalu mengikuti jejak Belanda. Jika Belanda berhasil mendirikan loji di suatu tempat, di dekat loji Belanda itu pulalah Inggris mendirikan lojinya. Jika ada perselisihan antara Belanda dengan raja-raja Indonesia, Inggrislah yang membantu pihak kita. Tetapi karena membantunya itu tidak sungguh-sungguh, akibatnya orang Inggris banyak menderita kekalahan, dan tidak berhasil menanamkan kekuasaan di tanah air kita.

VOC, kompeni

Adapun maksud kedatangan bangsa Inggris dan Belanda ke Indonesia sama dengan bangsa-bangsa Potugis dan Spanyol, yaitu ingin mendapatkan rempah-rempah dengan harga yang relatif murah. Hanya bedanya, bangsa Inggris dan Belanda tidak mengemban tugas suci untuk menyiarkan agama. Perlu diketahui bahwa kedatangan Belanda ke Indonesia itu ada hubungannya dengan keadaan di Eropa. Pada akhir abad ke-15 para pedagang Belanda itu sudah memperdagangkan rempah-rempah yang diambilnya dari Lisabon. akibat Spanyol menguasai Portugal pada tahun 1585, sementara itu Spanyol berperang melawan Belanda, maka sejak itu para pedagang Belanda tidak dapat membeli rempah-rempah ke Lisabon. Oleh karena itu Belanda terpaksa berusaha sendiri mencari jalan ke tanah asal rempah-rempah.

Pada tahun 1595 bangsa Belanda berangkat dari negerinya menuju ke Indonesia (tanah asal rempah-rempah). Pelayaran pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman itu memakan waktu kira-kira empat belas bulan. Pada tahun 1596, Belanda baru datang di pelabuhan Banten untuk yang pertama kalinya. Para pedagang dari bermacam-macam negara yang berada di Banten secara ramah menyambut kedatangan para pedagang Belanda itu. Sebab dengan kedatangannya itu berarti menambah ramainya perdagangan di Banten. Tetapi suasana baik itu akhirnya dirusak oleh kesombongan dan kekerasan Cornelis de Houtman sendiri. Akibatnya pedagang Belanda tidak memperoleh keuntungan seperti yang mereka harapkan. Akhirnya Cornelis de Houtman memutuskan untuk pulang kembali ke negerinya dengan cara mengelilingi Pulau Jawa. Pelayaran mereka menyusur Laut Jawa. Karena kekasaran dan kesombongannya tersiar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, maka kapal-kapal mereka tidak boleh berlabuh di pelabuhan-pelabuhan yang ada di pantai utara Pulau Jawa.

Sesampainya di Pulau Bali, Cornelis de Houtman mengubah sikapnya yang keras dan sombong itu menjadi lebih sopan. Oleh karena itu kapalnya boleh berlabuh dan meperoleh rempah-rempah meskipun hanya sedikit. Namun demikian mereka sudah merasa puas, karena sudah mengetahui tanah asal rempah-rempah itu. Setelah pelayaran Belanda ke tanah asal rempah-rempah yang pertama itu terlaksana, lalu disusul dengan pelayaran yang kedua. Pelayaran yang kedua di bawah pimpinan Jacob van Neck tiba di Banten pada tahun 1598. Dibandingkan dengan Cornelis de Houtman, Jacob van Neck lebih bersikap sopan. Oleh karena itu di temapt-tempat yang disinggahi selalu ditanggapi dengan baik. Setelah Belanda mendapatkan lada di Banten, rombongan Jacob van Neck itu meneruskan pelayarannya ke Maluku untuk mencari rempah-rempah. Karena tingkah lakunya juga tetap sopan, di daerah-daerah ini pun mereka juga disambut dengan baik oleh para raja maupun rakyatnya.

Setelah kapal-kapal Jacob van Neck penuh dengan rempah-rempah, lalu pulang dengan rasa puas. Sejak itu banyak kapal dagang Belanda bermunculan di perairan Indonesia. Mereka mempunyai tujuan sepeti semula, yaitu berdagang dan mencari rempah-rempah. Tetapi pada akhirnya terjadi persaingan di antara kawan-kawan mereka sendiri. Untuk menjaga supaya tidak timbul persaingan di antara kawan-kawan sendiri, maka pada tahun 1602 didirikan persekutuandagang yang dinamakan Vereenigde Oost Indische Compagnie disingkat VOC, yang oleh Indonesia disebut kompeni. VOC itu di Indonesia sebagai wakil resmi pemerintah Kerajaan Belanda. Karena itu VOC diberi hak-hak dan kewajiban seperti yang ditetapkan oleh parlemen Kerajaan Belanda, yaitu sebagai berikut:

  • Hak untuk monopoli perdagangan antara Tanjung Harapan Baik dan Selat Magelhaens, termasuk Indonesia.
  • Hak untuk mengadakan perjanjian.
  • Hak untuk mengumumkan perang.
  • Hak untuk membuat mata uang sendiri. 

Kecuali hak-hak seperti tersebut di atas, pemerintah Kerajaan Belanda juga memberi bantuan berupa kapal perang beserta perlengkapannya, misalnya : tentara, senjata, dan lain-lain. Dengan hak-hak seperti tersebut di atas serta bantuan-bantuan dari pemerintah Belanda, VOC (kompeni) dapat memaksakan kehendaknya di daerah-daerah yang mereka duduki. Dengan demikian kedudukan para pedagang selain VOC (seperti : Portugis, Inggris, Jawa, Makassar, dan lain-lain) menjadi terdesak. Dalam kegiatan melakukan perdagangan, VOC (kompeni) mendirikan kantor-kantor dagang di beberapa tempat yang mereka anggap penting, misalnya : di Jayakarta, Banten, Gresik, dan Ternate. Untuk mengurusi bidang ketatausahaan, VOC (kompeni) mengangkat seorang yang berpangkat Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal yang pertama adalah Pieter Both, untuk pimpinan harian terdiri dari tujuh belas orang yang disebut de Heren Zeventien. Dalam perkembangan selanjutnya, VOC (kompeni) yang semula hanya suatu kongsi dagang saja itu akhirnya mempunyai kekuasaan besar dan dapat menanamkan kekuasaannya di tanah air kita. Demikianlah sobat master-masday, sekelumit tentang sejarah berdirinya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Terjadinya Perang Padri



Read more ...

Friday, 20 March 2015

SEJARAH KERAJAAN CIREBON

Para sobat master-masday, sudah lama www.master-masday.blospot.com tidak menulis artikel dikarenakan kesibukan sehingga kurang sempat menulis artikel. Kali ini akan membahas tentang Sejarah Kerajaan Cirebon. Dalam pemerintahannya di Cirebon, Fatahillah berhasil menanamkan dasar-dasar agama Islam terhadap rakyatnya. Pada abad ke-16 orang-orang Cirebon bersama dengan orang Demak di bawah pimpinan Sunan Kalijaga dan Raden Sepat membangun masjid agung, yang diberi nama Cipta Rasa.

Fatahillah dapat dianggap sebagai salah seorang wali sembilan yang terkenal. Beliau selain sebagai wali, juga sebagai panglima perang dan pendiri Kerajaan Cirebon. Pemerintahan Fatahillah tidak berlangsung lama, karena beliau lebih menekuni bidang keagamaan. Oleh karena itu setelah Fatahillah menyerahkan pemerintahan kepada cucunya, lalu mengundurkan diri menyepi di Gunung Jati (sebelah barat Cirebon). Pada tahun 1570, Fatahillah meninggal dunia, dan dimakamkan di Gunung Jati (dan disebut Sunan Gunung Jati).

kerajaan cirebon

Dalam perkembangannya, Cirebon semakin berperan di bidang pemerintahan dan perdagangan. Cirebon nerupakan salah satu pusat pemerintahan di Jawa Barat di samping Jayakarta dan Banten. Dalam usaha Sultan Agung untuk merebut Bataviadari tangan Belanda, Cirebon dijadikan salah satu  tumpuan harapan untuk membantu Mataram. Hubungan Mataram dengan Cirebon makin dipererat. Pada tahun 1636 Sultan Cirebon berkunjung ke istana Sultan Agung Mataram.

Kondisi Cirebon yang berada di antara Batavia dan Mataram sangat sulit, karena kedua belah pihak berusaha menarik Cirebon sebagai sekutunya. Cirebon memilih jalan tengah. Namun hal ini tidak dapat dipertahankan, sehingga berakibat pecahnya kerajaan tersebut menjadi Kasepuhan dan Kanoman. Baik Kasepuhan, maupun Kanoman tidak dapat berkembang sebagai satu pusat pemerintahan. Namun demikian keberadaan Kasepuhan dan Kanoman sampai sekarang masih lestari sebagai salah satu pusat budaya kerajaan di Jawa Barat. Demikianlah uraian tentang Sejarah Kerajaan Cirebon. Semoga bermanfaat
Silahkan baca juga  Sejarah Berdirinya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) 1602

Read more ...

Friday, 3 October 2014

SEJARAH KERAJAAN GOWA DAN TALLO

Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan ada dua kerajaan kembar, yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo. Hubungan kedua kerajaan itu sangat baik, sehingga keduanya dapat mewujudkan satu kerajaan yang terkenal dengan nama Kerajaan Gowa Tallo atau Kerajaan Makasar ibukotanya Sombaopu. Pada sekitar tahun 1605 oleh Dato ri Bandang (dari Sumatera), agama Islam disiarkan di kerajaan tersebut. Karena adanya kerjasama yang erat, Kerajaan Gowa Tallo tumbuh menjadi kerajaan besar dan maju. Kedua kerajaan itu diperintah bersama-sama oleh Daeng Manrabia dan Karaeng Matoaya. 

Kerajaan Gowa diperintah oleh Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alauddin, sedangkan Kerajaan Tallo diperintah oleh Karaeng Matoaya dengan gelar Sultan Abdullah. Selain sebagai raja di Tallo, Sultan Abdullah juga merangkap sebagai mangkubumi di Kerajaan Gowa. Dalam pemerintahan kedua raja ini, agama Islam berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Gowa dan Tallo merupakan kerajaan Islam pertama di Sulawesi.

gowa, tallo


Kerajaan Makasar tumbuh menjadi negara maritim, karena letaknya di persimpangan jalan perniagaan, yaitu :
  • Jalur ke utara        : menghubungkan Philipina dan Cina,
  • Jalur ke timur        : menghubungkan Indonesia Timur,
  • Jalur ke selatan     : menghubungkan Nusa Tenggara,
  • Jalur ke barat        : menghubungkan Indonesia Tengah dan Indonesia Barat.
Oleh karena letaknya yang sangat strategisitu maka pelabuhan Makasar (Sombaopu), didatangi banyak kapal dagang antara lain dari Jawa dan Melayu. Mereka itu datang ke Sombaopu untuk membeli rempah-rempah yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh pedagang-pedagang Makasar. Dengan menggunakan perahu-perahu layar pinisi pedagang-pedagang Makasar berlayar ke Maluku untuk membeli rempah-rempah yang kemudian dijual ke Sombaopu. Dengan demikian Sombaopu menjadi pelabuhan transito yang sangat ramai, sehingga pedagang-pedagang yang bertempat tinggal di sekitar Makasar tidak perlu lagi pergi ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada zaman pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653- 1669).
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Cirebon 

  
Read more ...

Tuesday, 12 March 2013

SEJARAH KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE

Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan tentang sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore. Di Kepulauan Maluku pada mulanya terdapat empat buah kerajaan, yaitu : Bacan, Jailolo, Ternate, dan Tidore. Di antara empat kerajaan itu yang akhirnya berperanan penting adalah Kerajaan Ternate dan Tidore. Wilayah Kerajaan Ternate dan Tidore meliputi Kepulauan Maluku dan Irian.

Pentingnya peranan Ternate dan Tidore karena kedua-duanya sebagai penghasil rempah-rempah (pala dan cengkeh). Oleh karena itu, banyak pedagang yang berasal dari Jawa Timur ( antara lain Gresik) datang ke sana. Mereka membawa barang-barang dagangan seperti : beras, kacang-kacangan, garam, dll. Barang-barang tersebut di Ternate dan Tidore ditukar dengan rempah-rempah. Kecuali pedagang-pedagang dari Gresik, bangsa Barat pun datang juga di tempat tersebut dengan maksud yang sama. Pedagang-pedagang dari Gresik itu di samping membeli rempah-rempah juga menyiarkan agama Islam. Dengan demikian pada abad ke-15 agama Islam sudah tersiar di Kepulauan Maluku, antara lain di Ternate dan Tidore.


kerajaan ternate dan tidore, sejarah ternate dan tidore

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata Ternate bersaing dengan Tidore untuk dapat menguasai perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu, baik Ternate maupun Tidore membentuk suatu Persekutuan Dagang yang di sebut :
  • Persekutuan Uli Lima yang berarti persekutuan lima (lima bersaudara), yang dipimpin oleh Ternate dengan daerah-daerahnya di : Ambon, Seram, Ubi, dan Bacan.
  • Persekutuan Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan (sembilan bersaudara), yang dipimpin oleh Tidore dengan daerah-daerahnya di : Jailolo (Halmahera), Makian, dan pulau-pulau di sekitarnya sampai Irian.
Demikianlah artikel tentang Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Gowa dan Tallo
Read more ...

Saturday, 2 March 2013

SEJARAH KERAJAAN ACEH

Sejarah Kerajaan Aceh dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan sejarah terjadinya Kerajaan Aceh. Untuk dapat mengetahui sejarah Kerajaan Aceh dan kerajaan-kerajaan lain di Indonesia secara jelas, terlebih dahulu perlu mengerti tentang garis besar sejarah Kerajaan Malaka, sebab Kerajaan Malaka merupakan pusat perdagangan dan agama Islam yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Sejarah Berdirinya Malaka dan Perkembangannya

Kerajaan Malaka didirikan pada abad ke-14 oleh seorang bangsawan dari Majapahit yang bernama Paramisora atau Paramesywara. Karena di Majapahit Paramisora kalah perang, ia beserta pengikut-pengikutnya melarikan diri ke Malaka. Mereka menetap di sebuah dusun nelayan di tepi pantai. Dengan bantuan para bajak laut, dalam waktu singkat dusun nelayan itu dapat diubah menjadi kota pelabuhan, karena letaknya yang sangat baik di Selat Malaka. Pelabuhan tersebut merupakan saingan berat bagi Samudra Pasai. Dalam perkembangannya, Paramisora mengangkat dirinya menjadi raja Malaka dan setelah masuk Islam ia berganti nama Iskandar Syah.


sejarah aceh, kerajaan aceh

Untuk memperkuat kedudukannya sebagai raja, Paramisora minta pengakuan kepada Cina. Oleh kaisar Cina pada tahun 1405 Paramisora diakui sebagai raja Malaka. Setelah mendapat pengakuan dari Cina, Kerajaan Malak berkembang dengan pesat. Malaka menjadi pusat perdagangan yang selalu dikunjungi oleh pedagang-pedagang bangsa Barat dan bangsa Timur. Di samping sebagai pusat perdagangan, Malaka juga menjadi pusat pengembangan agama Islam.

Malaka mencapai kejayaannya pada zaman pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1458-1477). Pada zaman ini masa hidup pahlawan Malaka yang terkenal bernama Hang Tuah. Ia menjadi terkenal karena keberaniannya. Kejayaan Malak dapt bertahan sampai pada zaman pemerintahan Sultan Alauddin Syah yang memerintah pada tahun 1477-1488. Tetapi setelah diperintah oleh penggantinya yang bernama Mahmud Syah, Malak tidak sanggup mempertahankan kebesaran negaranya. Hal ini disebabkan oleh pemerintahannya yang sangat lemah, sehingga pada tahun 1511 orang-orang Portugis yang dipimpin oleh raja mudanya bernama d'Albuquerque menyerang Malaka. Mahmud Syah tidak mampu mempertahankan negaranya dan akhirnya Malak jatuh ke tangan bangsa Portugis.

Kebesaran Aceh di bawah Iskandar Muda

Kerajaan Aceh itu mula-mula merupakan kerajaan kecil yang tunduk kepada Pedir. Di bawah pemerintahan Sultan Ibrahim (disebut juga Sultan Ali Mughayat Syah), Aceh dapat melepaskan diri dari Pedir. Sultan Ibrahim lalu mengangkat dirinya sebagai sultan Aceh yang pertama. Setelah Aceh berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Pedir, Aceh dapat berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh letak Aceh yang sangat baik ditinjau dari segi pelayaran. Lebih-lebih setelah Majapahit runtuh sama sekali tahun 1527 dan Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis (1511). Dengan jatuhnya Majapahit menjadikan Aceh bebas bertindak, terutama dalam bidang perniagaan (dulu Aceh masuk wilayah Majapahit). jatuhnya Malak ke tangan Portugis menyebabkan kapal-kapal dagang tidak singgah lagi di Malaka, melainkan berlabuh di Aceh. Dari Aceh mereka menyusuri pantai barat Sumatera untuk meneruskan pelayarannya menuju ke Banten. Demikianlah yang menyebabkan Aceh makin berkembang dengan pesat.

Kemajuan Aceh itu memuncak pada zaman pemerintahan Iskandar Muda (1607-1636). Seperti sultan-sultan sebelumnya, Iskandar Muda juga bercita-cita untuk memperluas wilayah kerajaannya seperti pada zaman Iskandar Zulkarnain. Waktu itu para pedagang sangat membutuhkan lada untuk mata perdagangan yang baku. Hali itu benar-benar diinsafi oleh Iskandar Muda.

Politik Pemerintahan (Kerajaan Aceh)

Untuk dapat melaksanakan cita-cita Iskandar Muda tersebut di atas, sangat diperlukan adanya angkatan perang yang kuat. Untuk keperluan itu perlu adanya anggaran belanja yang besar. Maka politik pemerintahannya diarahkan kepada majunya perdagangan lada. Karena lada menjadi barang dagangan yang sangat laku di pasaran Eropa. Untuk itu maka Iskandar Muda berusaha menaklukkan daerah-daerah lada misalnya:
-- Sumatera Barat sampai Bangkahulu
-- Sumatera Tengah sampai Danau Toba
-- Sumatera Timur sampai Siak
Dengan menguasai daerah-daerah lada tersebut di atas, Aceh memperoleh untung besar, sehingga dapat membeli kapal-kapal perang guna mengembangkan armadanya.

Kemunduran Aceh

Pada akhir masa pemerintahan Iskandar Muda, Aceh mulai mengalami masa kemunduran. Hal itu disebabkan, antara lain oleh:
  • Penyerangannya terhadap Portugis di Malaka mendapat kekalahan (1629).
  • Pemerintahan Iskandar Muda semakin kendor, yang mengakibatkan para penguasa di daerah-daerah kerajaannya menjadi semakin bebas untuk berdagang dengan pedagang asing.
  • Tidak ada pengganti Sultan Iskandar Muda yang cakap. Iskandar Thani (1636-1641) yang menggantikan Iskandar Muda ternyata tidak cakap dalam pemerintahan. Karena itu sedikit demi sedikit Aceh mengalami kemunduran, lebih-lebih sejak Malaka direbut oleh VOC npada tahun 1641, pelayaran beralih ke Selat Malaka kembali.
Demikianlah artikel tentang sejarah Kerajaan Aceh. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore
Read more ...

Friday, 18 January 2013

SEJARAH KERAJAAN BANJAR

Sejarah Kerajaan Banjar dalam artikel ini berusaha mendeskripsikan sejarah terjadinya Kerajaan Banjar. Sebelum Kerajaan Banjar berdiri, di Kalimanatan Selatan sudah berdiri beberapa kerajaan Hindu, di antaranya adalah Kerajaan Negaradaha, letaknya di pedalaman Kalimantan, beribu kota Muarabahan (Marabahan).

Banjar yang semula merupakan wilayah Negaradaha diperintah oleh adipati yang bernama Raden Samudera. Pada abad ke-16, oleh pemimpin agama dari Demak, agama Islam juga disiarkan di Kalimantan Selatan termasuk Banjar. Agaknya Adipati Banjar (Banjarmasin) tertarik kepada agama Islam tersebut. Maka Raden Samudera meminta bantuan Demak untuk menaklukkan Negaradaha. Dengan bantuan tersebut Negaradaha dapat ditaklukkan. Dengan demikian Raden Samudera mengangkat dirinya menjadi raja di Kerajaan Banjar. Setelah menganut agama Islam, ia bergelar Sultan Suryanullah.

Kerajaan Banjar di bawah pemerintahan Sultan Suryanullah, menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi oleh banyak pedagang antara lain pedagang-pedagang dari Demak. Mereka itu di samping sebagai pedagang juga bertindak sebagai penyiar agama Islam. Dengan demikian tersiarlah agama Islam di Banjar, sehingga banyak penduduk yang memeluknya.


sejarah banjar, kerajaan banjar

Kerajaan Banjar setelah menjadi kerajaan Islam, susunan pemerintahan diatur sebagai berikut:
  • Penguasa tertinggi dipegang oleh sultan sendiri, dibantu oleh seorang patih yang bertindak sebagai kepala pelaksana pemerintahan. Walaupun sultan sebagai penguasa tertinggi, tetapi kekuasaanya tetap dibatasi oleh suatu dewan yang terkenal dengan nama Dewan Mahkota. Dewan ini terdiri dari para bangsawan dan sejumlah pejabat tinggi kerajaan misalnya patih, kyai, dan lain-lain.
  • Di samping jabatan patih, masih ada jabatan-jabatan lain misalnya: Mantri pangiwa dan mantri panganan, yang mengurusi bidang kemiliteran dan pertahanan. Mantri bumi dan mantri sikap, yang mengurusi perbendaharaan istana dan perpajakan.
Demikianlah artikel tentang sejarah Kerajaan Banjar. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Aceh
Read more ...

Sunday, 21 October 2012

SEJARAH KERAJAAN BANTEN

Sejarah kerajaan Banten dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan sejarah terjadinya kerajaan Banten. Banten, Sundakelapa (pelabuhan Pajajaran), dan Cirebon berhasil dikuasai oleh Fatahillah, selanjutnya diperintahnya atas nama kerajaan Demak. Dengan wafatnya Sultan Trenggana pada tahun 1546, terjadilah kericuhan-kericuhan di Demak yang mengakibatkan jatuhnya kerajaan Demak. Bagi Fatahillah merupakan kesempatan baik untuk melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Pemerintahan di Banten ditangani sendiri oleh fatahillah, pemerintahan Cirebon diserahklan kepada anaknya yang bernama Pangeran Pasarean. Pada tahun 1552, Pangeran Pasarean wafat, maka Fathillah menjalankan pemerintahannya sendiri di Cirebon dan Banten diserahkan kepada puteranya yang lain yaitu Hasanuddin.

Setelah Hasanuddin menerima penyerahan dari ayahnya, ia menjadi raja Banten yang pertama dan memerintah tahun 1552-1570. Di bawah pemerintahan Hasanuddin, Banten meluaskan daerahnya sampai di Lampung, sehingga dapat menguasai daerah lada dan perdagangannya. Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan digantikan oleh puteranya yang terkenal dengan nama Panembahan Yusuf. Dalam pemerintahannya ia berhasil menundukkan Pajajaran (1579). Orang-orang Pajajaran yang tidak mau menerima agama Islam menyingkir ke daerah pedalaman Banten yang sekarang kita kenal sebagai masyarakat Badui. Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580 dan diganti oleh Maulana Muhammad (1580) yang masih berusia sembilan tahun. Maka pemerintahan diserahkan kepada mangkubuminya, samapi raja mampu mengemudikan pemerintahan sendiri. Maulana yang masih muda itu menyerang Palembang pada tahun 1596, karena Palembang sangat maju dan merupakan saingan Banten. Pada waktu itu yang memegang pemerintahan di Palembang ialah Ki Gede ing Sura yang sekaligus sebagai peletak dasar agama Islami di palembang. Dalam serangan ini Maulana Muhammad gugur (1596). Dengan gugurnya Maulana Muhammad terjadilah kericuhan di Banten. Karena putera mahkota yang bernama Abdulmutakhir baru berusia lima bulan, memerintah mulai tahun 1596 sampai tahun 1640. 


kerajaan banten, sejarah banten

Pada waktu itu banyak wali berselisih, karena mereka menginginkan kedudukan sebagai wali putera mahkota. Untunglah dalam situasi yang demikian itu Pangeran Ranamenggala dapat mengatasi keadaan Banten. Dengan cara kekerasan ia dapat mengendalikan pemerintahan (1608). Kekuasaan Ranamenggala ini berlangsung terus sampai raja cukup dewasa. Bahkan langkah pemerintahan di Banten ditentukan oleh Ranamenggala sampai ia meninggal pada tahun 1624. Pemerintahan Ranamenggala dapat membawa kemajuan Banten terutama di bidang perdagangan, antara lain karena faktor-faktor sebagai berikut:
  • Banten merupakan penghasil lada dan beras yang sangat laku di pasaran internasional.
  • Dilihat dari segi ekonomi, letak Banten sangat strategis.
Jatuhnya Malaka ke tangan bangsa Portugis menyebabkan para pedagang muslim tidak mau melewati selat Malaka, karena bangsa Portugis membenci Islam. Maka para pedagang memindahkan jalur pelayaran melalui selat Sunda. Dengan demikian Banten didatangi oleh para pedagang dari berbagai bangsa, di antaranya bangsa Portugis, Turki, Gujarat, dan Persia. Mereka itu membawa barang dagangan dari negeri asalnya untuk dijual di Indonesia. Waktu pulang mereka membawa barang dagangan dari Banten yaitu lada dan beras untuk diperdagangkan ke daerah-daerah lain di luar Indonesia.

Kejayaan Banten itu tidak dapat dipertahankan untuk selamanya, karena sepeninggal Ranamenggala keadaan Banten menjadi lemah. Waktu Banten diperintah oleh Sultan Ageng Tirtayasa keadaan di Banten pulih kembali bahkan dapat mencapai kejayaannya lagi. Demikianlah artikel tentang sejarah kerajaan Banten. Semoga Bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Banjar
Read more ...

Sunday, 1 July 2012

SEJARAH TERJADINYA PERANG DIPONEGORO

Sejarah terjadinya perang diponegoro dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan sejarah terjadinya perang diponegoro. Di antara tahun 1825-1830 Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dilanda oleh perang besar yang hampir-hampir meruntuhkan kekuasaan imperialis Belanda di Indonesia. Peperangan tersebut dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, yaitu seorang bangsawan kesultanan Yogyakarta. Bagaimana timbulnya perang besar itu secara garis besarnya diterangkan sebagai berikut:

Riwayat Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro lahir pada tahun 1785 dengan nama kecil Antawirya, putera sulung Sultan Hamengkubuwono III dari selir. Pada masa remajanya diasuh oleh Ratu Ageng (janda Sultan Hamengkubuwono I) di Tegalrejo kira-kira 1 km di sebelah barat stasiun Yogyakarta. semasa hidupnya beliau berusaha memperdalam agama Islam, sering bertapa di gua Langse dan sangat memntingkan masalah-masalah rohaniah. Sikapnya terhadap rakyat amat baik dan selalu memperhatikan nasibnya. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V (Mas Menol), Pangeran Diponegoro diangkat menjadi wali raja, karena pada saat itu Sultan Hamengkubuwono V masih di bawah umur.

Pangeran Diponegoro mengangkat senjata melawan imperialis Belanda pada tahun 1825-1830, dan wafat pada tanggal 8 Januari 1855. Sebagai penghargaan perjuangannya, pemerintah Indonesia mengangkat Pangeran Diponegoro sebagai pahlawan nasional, rumah kediaman beliau di Tegalrejo dibangun dijadikan Monumen Diponegoro, nama diponegoro diabadikan menjadi nama kesatuan Divisi Jawa Tengah.


sejarah perang diponegoro, perang diponogoro

Sebab-sebab Pangeran diponegoro Melawan Belanda

Pangeran Diponegoro berjuang melawan imperialis Belanda bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan. Mengenai hal ini dapat diterangkan di bawah ini:
1. Kaum bangsawan Kesultanan Yogyakarta merasa tidak puas, karena:
  • Mereka dilarang oleh Belanda untuk menyewakan tanahnya kepada pengusaha-pengusaha swasta untuk perkebunan-perkebunan. Sebab itu merupakan saingan bagi Belanda yang mengusahakan perkebunan-perkebunan juga.
  • Daerah Kesultanan Yogyakarta yang terletak di antara Pekalongan dan Semarang dirampas oleh Belanda.
  • Kekuasaan dan kewibawaan para bangsawan makin terdesak oleh Belanda, baik dipusat maupun di daerah-daerah.
2. Kaum Ulama Islam makin kecewa, karena makin meluasnya adat kebiasaan barat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal ajaran Islam bagi kaum ulama merupakan alat untuk pendidikan moral. Oleh karena kaum ulama memandang bahwa keburukan moral itu bersumber dari Belanda, maka Belanda harus disingkirkan.
3. Rakyat jelata makin menderita akibat adanya bermacam-macam pungutan pajak dan macam-macam kewajiban kerja paksa.

Peristiwa meletusnya perlawanan Pangeran Diponegoro

Pada tahun 1825, Belanda bermaksud menyambung dan memperlebar jalan melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro dengan tidak minta izin lebih dulu kepada Pangeran Diponegoro. Hal itu menyebabkan Pangeran Diponegoro marah karena mengesampingkan beliau sebagai wali raja. Waktu diadakan pemasangan pancang-pancang oleh suruhan Belanda, pancang-pancang itu dicabuti oleh suruhan Pangeran Diponegoro. Wakil Belanda ialah Residen Smissaert, meminta kepada Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro) untuk memanggil Pangeran Diponegoro. Setelah Pangeran Mangkubumi bertemu dengan Pangeran Diponegoro malahan menggabungkan diri dengan Pangeran Diponegoro. Maka pada tanggal 20 Juli 1825, rumah kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo diserang dan dikepung oleh pasukan berkuda di bawah pimpinan Chevalier dengan maksud untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Dalam pertempuran itu Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi sempat meloloskan diri dengan menunggang kuda. Setelah Belanda mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi dapat meloloskan diri, maka rumah Pangeran Diponegoro dibakar oleh Belanda. Sejak itu Pangeran Diponegoro bertekad melawan Belanda untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan.

Jalannya Peperangan Diponegoro

Pangeran Diponegoro beserta Pangeran Mangkubumi setelah berhasil meloloskan diri dari kepungan Belanda, lalu menuju ke Kalisaka. Di sana pengikut yang berdatangan semakin banyak. Para bangsawan Yogyakarta dan rakyat biasa berduyun-duyun datang menggabungkan diri, sehingga Kalisaka tidak dapat menampungnya dan dipindahkan ke Selarong. di sinilah Pangeran Diponegoro memusatkan pertahanannya dan mengatur pasukannya. Inti pasukan Pangeran diponegoro dibagi memnjadi beberapa batalyon, dan setiap batalyon diberi nama sendiri, misalnya: Turkiya, Arkiya, dan sebagainya. Batalyon-batalyon itu diperlengkapi dengan senjata api beserta peluru-peluru yang dibuat di huatan-hutan. Dalam perang melawan Belanda, Pangeran Diponegoro mempergunakan sistem perang gerilya, yaitu tidak pernah mengadakan penyerangan secara besar-besaran, tetapi hanyalah perang lokal secara tiba-tiba saja. Siasat ini ternyata sangat menguntungkan pasukan Pangeran Diponegoro sebab sulit untuk diatasi oleh Belanda. Berkali-kali Selarong diserang oleh Belanda, tetapi pasukan Pangeran Diponegoro telah mengundurkan diri lebih dahulu. Baru setelah Belanda pergi dari Selarong, tentara Pangeran Diponegoro kembali ke Selarong. Demikian berkali-kali pasukan Belanda menyerang Selarong selalu mendapatkan tempat itu telah kosong. Waktu itu ada seorang ulama termasyhur dari Surakarta bernama Kyai Maja turut menggabungkan diri memperkuat pasukan Pangeran Diponegoro. Untuk menghindari serbuan Belanda, Pangeran Diponegoro memindahkan pusat pertahanannya ke Daksa (sebelah barat laut Yogyakarta). maka selanjutnya serangan-serangan terhadap Belanda dilakukan dari Daksa sebagai pusat pertahanan yang baru. atas desakan rakyat, para bangsawan dan ulama, Pangeran Diponegoro mengangkat dirinya sebagai kepala negara dengan gelar "Sultan Abdulhamid Herucakra Amirulmukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa". Setelah diadakan penobatan lalu didirikan pusat negara ialah Plered dengan pertahanan yang kuat. hal itu dilakukannya untuk menjaga kemungkinan apabila mendapat serangan dari pihak Belanda sewaktu-waktu. Pertahanan daerah Plered ini ditangani oleh Kerta Pengalasan.

Usaha untuk memperkuat pertahanan di Plered itu ternyata ada manfaatnya. Pada tanggal 9 Juni 1826, Belanda dengan kekuatannya yang besar berusaha menyerang Plered. Karena pertahanan di Plered sudah diperkuat, maka usaha Belanda itu tidak berhasil. Selanjutnya untuk meningkatkan pertahanan di Plered itu Kerta Pengalasan diganti oleh dua orang pemuda yang gagah berani, yaitu Sentot yang bergelar Ali Basah Prawiradirja dan Prawirakusuma yang kedua-duanya masih berusia 16 tahun. Pada permulaan Juli 1826, Belanda mengulangi serangannya ke Daksa lagi. Oleh Pangeran Diponegoro, Daksa telah dikosongkan terlebih dahulu. Maka waktu tentara Belanda kembali dari Daksa untuk menuju ke Yogyakarta, dengan tiba-tiba dihadang dan dibinasakan oleh pasukan Pangeran Diponegoro dari tempat persembunyiannya. Setelah mendapat kemenangan itu pasukan Pangeran Diponegoro dengan secepat kilat menghilang dari Daksa. Beberapa bulan setelah mendapat kemenangan itu, atas anjuran Kyai Mojo (penasehat Pangeran Diponegoro), Pangeran Diponegoro mengadakan penyerangan besar terhadap daerah Surakarta. Pada bulan Oktober 1826, pasukan Pangeran Diponegoro menyerang Belanda di Gawok sebelah barat daya Surakarta, dan mendapat kemenangan yang gemilang. Tetapi Pangeran Diponegoro terpaksa harus diangkut dengan tandu ke lereng Gunung Merapi, karena beliau terluka. Demikianlah taktik dan siasat perang gerilya Pangeran Diponegoro yang cukup mencemaskan Belanda. Sehingga Belanda berkesimpulan bahwa bila dengan cara perang biasa tidak mungkin dapat mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro. Selanjutnya Belanda menggunakan siasat baru untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro, yaitu sebagai berikut:
  • Sultan Sepuh yang pernah dibuang Belanda ke Ambon dikembalikan ke Yogyakarta dan diangkat menjadi sultan lagi (21 September 1826). Maksudnya supaya perlawanan menjadi reda dan diharapkan pula agar Pangeran Diponegoro mau tunduk kepadaSultan Sepuh, mengingat Sultan Sepuh adalah kakek Pangeran Diponegoro. Hal itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap jalannya peperangan, bahkan banyak bangsawan keraton yang menggabungkan diri dengan Pangeran Diponegoro.
  • Menggunakan siasat perbentengan. Setelah Jenderal Markus de Kock diangkat menjadi panglima seluruh pasukan Belanda (1827), lalu menggunakan siasat perbentengan (Benteng Stelsel), dengan cara: tiap kali Belanda berhasil merebut daerah-daerah Pangeran Diponegoro, di situ didirikan benteng-benteng yang dikelilingi dengan kawat berduri dan dijaga ketat. Antara benteng yang satu dengan benteng lain yang tidak seberapa jauh itu diadakan hubungan dengan pasukan gerak cepat. Siasat demikian dimaksudkan untuk mempersempit daerah kekuasaan Pangeran Diponegoro, dan untuk mencerai-beraikan pasukannya.
Akhir Perlawanan Pangeran Diponegoro 

Setelah Pangeran Diponegoro sembuh dari sakitnya, pada tanggal 17 November 1826 beliau berangkat ke Pengasih (sebelah barat Yogyakarta) untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda lagi. Perlawanan antara kedua belah pihak itu berhenti setelah diadakan gencatan senjata (10 Oktober 1827), wakil-wakil dari kedua belah pihak mengadakan perundingan, namun mengalami kegagalan. Pangeran Diponegoro mendirikan keraton di Sambirata (dekat Pengasih) sebagai pusat negara baru. Sedangkan Belanda (tahun 1828) mulai mendirikan benteng-benteng secara teratur, dengan maksud untuk mempersempit daerah kekuasaan Pangeran Diponegoro. Pada waktu Sambirata diadakan perayaan sehubungan dengan berdirinya pusat negara baru, Belanda secara mendadak mengadakan serangan terhadap Pangeran Diponegoro di Sambirata. Beruntung dalam serangan itu, Pangeran Diponegoro dapat meloloskan diri ke Pengasih melanjutkan peperangan. Sementara itu di Kroya, Sentot berhasil merampas empat ratus pucuk senapan dan meriam beserta mesiunya serta dapat menawan beratus-ratus orang Belanda. Akan tetapi Kyai Maja dapat ditangkap Belanda dalam pertempuran di lereng Gunung Merapi.

Untuk menangkap Pangeran Diponegoro, Belanda mengeluarkan maklumat (21 September 1829) yang menyatakan bahwa barang siapa dapat menangkap Pangeran Diponegoro baik hidup atau mati akan diberi hadiah sebanyak 50.000 gulden beserta tanah dan kehormatan. Maklumat tersebut dianggap sepi oleh rakyat yang setia terhadap pemimpinnya.

Pengkhianatan Belanda

Sejak akhir tahun 1828, kedudukan Pangeran Diponegoro menjadi makin sulit, karena:
  • Kyai Maja ditangkap oleh Belanda (12 Oktober 1828), yang kemudian dibuang ke Menado.
  • Sentot terpaksa menyerah kepada Belanda dengan pasukannya (16 Oktober 1828) karena kesulitan biaya dan termakan oleh bujukan Belanda. Kecuali itu banyak bangsawan pengikut Pangeran Diponegoro yang kembali ke keraton, karena tidak tahan menderita akibat kekejaman Belanda terhadap keluarga mereka.
  • Istri Pangeran Diponegoro (R.A Ratnaningsih) beserta puteranya tertangkap oleh Belanda (14 Oktober 1829).
Oleh karena usaha Belanda tersebut di atas itu tidak dapat mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro, maka Belanda menawarkan perundingan kepada Pangeran Diponegoro (tahun 1830), bertempat di markas Belanda Magelang dengan janji bila perundingan itu mengalami jalan buntu, Pangeran Diponegoro boleh kembali dengan bebas. 

Oleh Pangeran Diponegoro tawaran itu diterima. Maka sehari sesudah lebaran (28 Maret 1830) Pangeran Diponegoro beserta pengikut-pengikutnya memasuki kota Magelang untuk mengadakan kunjungan kehormatan dan persahabatan dengan Jenderal de Kock. Beliau diterima Jenderal de Kock dengan kehormatan di ruang kerjanya. Ketika Jenderal de Kock menanyakan syarat apa yang diinginkan, Pangeran Diponegoro menghendaki negara merdeka dan menjadi pimpinan mengatur agama Islam di Pulau Jawa. Jenderal de Kock menolaknya, dan melarang Pangeran Diponegoro meninggalkan ruangan. Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda yang ternyata telah menyiapkan penyergapan secara rapi. Dengan demikian, Belanda menjalankan pengkhianatan yang kesekian kalinya. Selanjutnya dengan pengawalan ketat, Pangeran Diponegoro dibawa ke Batavia, lalu dibuang ke Menado, kemudian dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar sampai wafatnya (8 Januari 1855). Jenazahnya dimakamkan di kampung Melayu Makassar. Demikianlah artikel tentang sejarah terjadinya perang Diponegoro. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Banten
         


Read more ...

Tuesday, 26 June 2012

SEJARAH KERAJAAN SAMUDRA PASAI

Sejarah kerajaan samudra pasai dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan sejarah kerajaan samudra pasai. Letaknya di kabupaten Aceh Utara (Daerah Istimewa Aceh) sekarang. Kerajaan samudra pasai ialah kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Pada mulanya kerajaan ini dikenal dengan nama Samudra tetapi sehubungan dengan pusat pemerintahannya dipindahkan ke Pasai lalu berganti nama Samudra Pasai. Pendiri kerajaan Samudra Pasai dan sekaligus menjadi rajanya ialah Sultan Malik al-Saleh.

Sultan Malik al-Saleh diganti oleh puteranya yang bernama Sultan Muhammad yang memerintah sampai tahun 1326, terkenal dengan nama Malik al-Tahir. Nama ini banyak dipakai oleh sultan-sultan Samudra Pasai yang lainnya. Pengganti Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad juga memakai nama Malik al-Tahir. Pada zaman pemerintahannya Kerajaan Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah seorang utusan sultan Delhi (India) ke Cina. Dua kali Ibnu Batutah singgah di kerajaan Samudra Pasai, yaitu pada waktu berangkat dan pulang kembali (tahun 1345). Ibnu Batutah mengatakan bahwa saat itu Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang sangat penting untuk membongkar dan memuat barang-barang perdagangan dari India, Cina, dan juga dari bagian-bagian Indonesia lainnya. Dikatakan pula oleh Ibnu Batutah bahwa istana Samudra Pasai disusun rapi dan teratur model India.


samudra pasai

Di antara pembesar-pembesar kesultanan ada yang berbangsa Persia. Patih kesultanan mempergunakan gelar Amir. Sampai kapan Sultan Ahmad Malik al-Tahir ini memerintah tak dapat diketahui. Berdasarkan keterangan Ibnu Batutah dapat diketahui bahwa Samudra Pasai selama oleh Sultan Ahmad merupakan kerajaan Islam yang sudah maju. Pengganti Sultan Ahmad ialah Sultan Zain al-Abiddin, juga menggunakan nama Malik al-Tahir, tidak ada keterangan yang dapat diketahui hanya namanya saja yang tertulis pada batu nisan di Samudra Pasai. Tulisan tersebut merupakan hiasan pada jirat kuburan puteri Sultan Zain al-Abiddin yang meninggal pada tahun 1389. Demikianlah artikel tentang sejarah kerajaan samudra pasai. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Terjadinya Perang Diponegoro
Read more ...

Wednesday, 20 June 2012

SEJARAH TERJADINYA PERANG BANJAR

Sejarah terjadinya perang banjar dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan sejarah terjadinya perang banjar. Perang Banjar terjadi di Kalimantan Selatan dan terjadi beberapa tahun kemudian setelah Sultan Adam wafat. Adapun sebab-sebab terjadinya Perang Banjar dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Rakyat tidak puas terhadap campur tangan Belanda dalam penggantian tahta di Banjar.

Sultan Adam memerintah tahun 1825-1857. Sebelum wafat beliau mengangkat puteranya yang bernama Prabu Anom sebagai penggantinya. Pemerintah Belanda tidak menyetujuinya, karena Belanda mengetahui bahwa Prabu anom memusuhi Belanda. Belanda menunjuk putera Sultan Adam yang lain yang bernama Bagusnya, tetapi meninggal dunia pada tahun 1852.

Selanjutnya terjadilah kericuhan-kericuhan dalam soal pemilihan calon pengganti sultan. Akhirnya Sultan Adam menunjuk cucunya yang bernama Pangeran Hidayatullah, tetapi Belanda mencalonkan cucunya yang lain yang bernama Pangeran Tamjidillah. Setelah Sultan Adam wafat (tahun 1857), Belanda memaksakan Pangeran Tamjidillah untuk menjadi sultan Banjar yang ke-21, dan Pangeran Hidayatullah sebagai mangkubumi dengan maksud untuk menghapuskan Kesultanan Banjar.


sejarah perang banjar, perang banjar

Pangeran Tamjidillah setelah menjadi sultan, memfitnah Pangeran Hidayatullah dengan cara menyuruh orangnya untuk merusak bangunan-bangunan tambang batu bara di Pengaron yang menjadi milik Belanda dengan maksud agar kesalahannya ditimpakan kepada Pangeran Hidayatullah. Tetapi setelah diadakan pengusutan, tipu muslihat Pangeran Tamjidillah itu diketahui oleh Belanda. Pangeran Tamjidillah terpaksa diturunkan dari tahta dan daerah Kesultanan Banjarmasin dihapuskan oleh Belanda (Juni 1860).

2. Belanda menangkap Prabu Anom (1857) seorang bangsawan yang terkenal memusuhi Belanda.

Dengan adanya penangkapan Prabu Anom yang terus diasingkan ke Bandung, menimbulkan kemarahan rakyat. Akibatnya rakyat Banjar mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Pangeran Antasari yang mendapat dukungan dari: Kyai Demang Leman, Tumenggung Surapati,dan lain-lain.

Jalannya Peperangan

Pada bulan April 1859 Pangeran Antasari melakukan serangan terhadap pos-pos Belanda di Martapura dan berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio. Pada bulan Desember 1859 rakyat Banjar di bawah pimpinan Kyai Demang Leman mengadakan pertempuran sengit melawan Belanda. Perlawanan itu semakin meluas setelah Pangeran Hidayatullah bergabung dengan Pangeran Antasari. Dalam pertempuran di sungai Barito, Tumenggung Surapati dapat menghancurkan kapal Onrust milik Belanda. Belanda lalu mengirimkan kapal Suriname, tetapi dapat ditembak oleh Tumenggung Surapati dari bentengnya sehingga mengalami kerusakan. Rakyat Banjar menjadi tambah marah setelah mendengar bahwa Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda secara resmi pada tanggal 11 Juni 1860. Sejak itulah perlawanan rakyat Banjar makin meluas dan menghebat. Para kepala daerah dan kaum ulama ikut mengadakan pemberontakan. Walaupun Pangeran Hidayatullah sudah menguras tenaga untuk berjuang dengan mati-matian melawan Belanda, namun karena kurang lengkap persenjataannya, maka pasukan Pangeran Hidayatullah makin terdesak dan makin lemah. Akhirnya pada tahun 1861 Pangeran Hidayatullah menyerah dan dibuang oleh Belanda ke Cianjur.

Menyerahnya Pangeran Hidayatullah itu, mengakibatkan semangat juang Pangeran Antasari makin gigih. Beliau terus berjuang sampai wafatnya (Oktober 1862). Sepeninggal Pangeran Antasari, perlawanan terhadap Belanda masih berjalan terus, dan dilanjutkan oleh pejuang-pejuang yang lain. Para pejuang itu akhirnya banyak yang ditangkap oleh Belanda, di antaranya ialah Kyai Demang Leman yang dijatuhi hukuman gantung di Martapura. Karena banyaknya pemimpin-pemimpin Banjar yang ditangkap dan gugur, menyebabkan perjuangan rakyat Banjar semakin menjadi lemah. perlawanan mereka yang pantang mundur itu cukup menghambat penguasaan Belanda atas daerah Kalimantan Selatan. Demikianlah artikel tentang sejarah terjadinya perang banjar. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Kerajaan Samudera Pasai
Read more ...

Sunday, 17 June 2012

SEJARAH TERAJADINYA PERANG MALUKU

Sejarah terjadinya perang maluku dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan tentang sejarah terjadinya perang maluku. Berdasarkan Perjanjian London (1814), Kepulauan Nusa Tenggara diserahkan kepada Belanda oleh Inggris. Kedatangan Belanda di daerah tersebut mendapat perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pattimura (Matulessey), sebab:
  • Penindasan sewenang-wenang bangsa Belanda terhadap penduduk Maluku pada zaman VOC itu menimbulkan kecemasan umum dengan adanya hak ekstirpasi, monopoli perdagangan, pelayaran dera, pembunuhan, penculikan, dan lain-lain merupakan bencana besar bagi penduduk Maluku.
  • Rakyat tidak puas terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh gubernur Maluku, karena rakyat diwajibkan menyediakan perahu untuk keperluan pemerintah, padahal pada zaman pemerintah Inggris sudah ditiadakan. Selain itu rakyat juga masih dikenakan rodi.
  • Monopoli perdagangan yang telah dihapuskan diberlakukan lagi oleh Belanda. Meletusnya perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda, waktu terjadi penolakan Residen van den Berg atas tuntutan rakyat mengenai harga perahu yang sudah dipesan dibayar lebih murah dari harga yang ditetapkan semula.

Dalam perjuangan melawan Belanda, rakyat Maluku memilih Pattimura sebagai pemimpinnya. Ternyata Pattimura merupakan seorang pemimpin yang berani dan tangguh dalam mengatur siasat perang. Mengingat wilayah Maluku terdiri dari pulau-pulau, maka Pattimura merencanakan untuk mengumpulkan perahu guna mengangkut pasukannya. Dalam penyerangannya terhadap benteng Belanda nanti (Benteng Duurstede) sekaligus direncanakan untuk membunuh penghuni beserta orang-orangnya yang dianggap berkhianat.


sejarah perang maluku, perang maluku

Serangan pertama terhadap Belanda dilancarkan pada malam hari tanggal 15 Mei 1817. Serangan ini berhasil dengan dibakarnya perahu-perahu pos di Porto (pelabuhan). Sesudah itu mereka berbondong-bondong mengepung Benteng Duurstede. Keesokan harinya , benteng tersebut diserang dan berhasil direbutnya. Pada saat itu, Residen van den Berg beserta keluarga dan pengawalnya yang sedang berada di benteng tersebut berhasil dibunuh. Dengan demikian rencana Pattimura seperti yang diharapkan semula dapat berhasil.

Untuk membalas serangan dan merebut Benteng Duurstede, pada tanggal 19 Mei 1817 Belanda mendatangkan bantuan dari Ambon ke Haruku. Bantuan yang didatangkan itu berkekuatan 200 orang prajurit dan di bawah pimpinan seorang mayor. Mereka memusatkan pertahanannya di Benteng Zeelandia. Raja-raja di Maluku sudah mengerahkan rakyatnya untuk menyerang Benteng Zeelandia. Belanda menerobos kepungan rakyat dan meneruskan perjalanannya ke Saparua. Terjadilah pertempuran yang sengit di Saparua. Dalam pertempuran ini, Belanda banyak menderita kerugian besar, karena banyak tentara Belanda yang tewas termasuk pemimpinnya. Dengan demikian, pihak Pattimura dapat menguasai Duurstede, berarti kemenangan ada di pihak Pattimura. Dalam mempertahankan Benteng Duurstede ini, Matulessey dibantu oleh beberapa orang raja, antara lain Paulus Tiahahu beserta putrinya yang bernama Christina Martha Tiahahu, sehingga menyulitkan bagi Belanda untuk merebut kembali Benteng Duurstede.

Kemenangan yang gemilang ini menambah semangat juang rakyat Maluku, sehingga perlawanan terhadap Belanda meluas ke daerah-daerah lain, seperti di Hitu, Seram, dan lain-lain. Perlawanan terhadap Belanda di Hitu ditangani oleh Ulupaha (berusia 80 tahun), tetapi masih mempunyai daya juang yang gigih. Karena pengkhianatan oleh bangsa sendiri, Ulupaha terdesak dan ditangkap oleh Belanda.

Pada bulan Juli 1817, Belanda mendatangkan bantuan berupa kapal perang yang diperlengkapi dengan meriam-meriam. Benteng Duurstede yang diduduki pasukan Pattimura itu terus menerus dihujani oleh meriam-meriam yang ditembakkan dari laut. Dengan demikian, Benteng Duurstede dapat diebut kembali oleh Belanda (tahun 1817). Meskipun demikian, perlawanan belum dapat dikatakan berakhir. Pasukan Pattimura masih melanjutkan perlawanannya dengan mempergunakan siasat perang gerilya.

Untuk menghadapinya Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran, sehinga setapak demi setapak Belanda dapat menguasai daerah-daerah perlawanan pasukan Maluku. Dalam pertempuran yang terjadi pada pertengahan bulan November 1817 pasukan Belanda dapat menangkap Thomas Matulessey, Anthonie Rhebok, Thomas Pattiwael dan Raja Tiow. Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura atau Thomas Matulessey menjalani hukum gantung di depan Benteng Nieuw Victoria di Ambon. Dengan tertangkapnya tokoh-tokoh tersebut, perlawanan di Maluku dapat dipadamkan. Demikianlah artikel tentang sejarah terjadinya perang maluku. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Terjadinya Perang Banjar
Read more ...

Wednesday, 17 August 2011

TERAPI AKAL SEHAT SEJARAH

Pro dan kontra tentang kebenaran sejarah tragedi 1965 sampai sekarang masih berlangsung. Pasca runtuhnya Orde Baru (1998), banyak kalangan sudah mulai menyangsikan kebenaran sejarah tragedi 1965 yang berkembang selama ini, para saksi sejarah pun mulai berbicara, terutama menyangkut siapa yang bertanggung jawab di balik peristiwa tersebut. Opini yang sudah terlanjur berkembang sekian lama, bahkan sudah menjadi stigma, pembunuhan para Jenderal petinggi militer (dengan dalih Dewan Revolusi) pada tahun itu didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI). Belakangan mulai mencuat dalang peristiwa tersebut adalah Soeharto bersama para korpnya. Walaupun anggapan demikian kebanyakan tidak dibarengi bukti dan data-data yang cukup otentik dan memadai, namun citra politik sudah terlanjur terbentuk demikian. Lacakan terhadap peristiwa tragedi 1965 ini menjadi penting sebagai terapi akal sehat dan pelajaran sejarah yang berharga bagi generasi mendatang.

Peristiwa 1965, selain berangkat dari persaingan kepentingan elit politik, juga disebabkan oleh perbenturan kepentingan politik di tubuh militer Indonesia yang ditandai oleh keretakan hubungan antar masing-masing struktur dan angkatan. Rentetan konflik kepentingan di tubuh militer berawal dari peristiwa Madiun 1948 di mana kekuatan PKI mulai dipreteli, puncaknya meletus skenario G 30 S PKI 1965.


terapi akal, terapi sejarah, sejarah terapi

Kondisi ini membuat arah politik Indonesia mulai dikendalikan oleh setting politik luar negeri (baca : Amerika dan sekutu) sebagai konsekwensi dari kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menempatkan tentara-tentara KNIL atau tentara kerajaan Hindia Belanda masuk sebagai pemegang kendali politik militer. Situasi lain yang mendukung adalah meletusnya pemberontakan di beberapa daerah, seperti Kahar Muzakar, Kartosuwiryo, PRRI/Permesta yang berlarut-larut, sebagai protes atas “RERA” (perampingan tubuh militer) yang meminggirkan para laskar rakyat, karena tidak masuk menjadi tentara resmi (TNI). Pemberontakan di beberapa daerah tersebut kemudian dijadikan dalih oleh elit militer Angkatan Darat (AD)—waktu itu di bawah komando A.H. Nasution—untuk mendesak Presiden Soekarno memberikan andil besar terhadap peran politik tentara guna mengatasi keadaan.

Tidak lama dari kekacauan di daerah-daerah, muncul keputusan Staat van Orloog en Beleeg (SOB) tahun 1957, semacam Undang-Undang Keadaan Perang yang berlaku di seluruh Indonesia. Berbarengan dengan kebijakan SOB yang justru berdampak memperkeruh keadaan, digulirkan isu “sita modal asing” yang masih bercokol di perusahaan-perusahaan perkebunan dan tambang untuk diambil alih, kemudian dinasionalisasi untuk kepentingan negara. Gayung bersambut, momentum ini direbut oleh kekuatan militer yang sudah menyebar di kantong-kantong politik daerah. Kebijakan SOB ini kelak menjadi salah satu alasan lahirnya konsep organisasi teritorial Kodam, Korem, Kodim dan Koramil.

Dalam situasi yang tidak menentu tersebut, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Saat itu kekuatan militer mulai dilirik  oleh partai-partai besar seperti NU, Masyumi, PNI, PSI dan Parkindo untuk mengimbangi kekuatan politik yang ada di daerah-daerah, lebih-lebih Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin, yang mengesampingkan peran kekuatan partai dalam tubuh kabinet. Akibatnya permainan politik yang berjalan di luar adalah model politik jalanan. Persaingan politik di tingkat bawah terus memanas ketika tahun 1959 PKI mulai menggalang program politik semisal Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan land reform ke dalam agenda politik di tingkat basis. Gencarnya aksi sepihak perebutan tanah awal-awal 1960-an oleh PKI lewat Barisan Tani Indonesia (BTI) dipandang mengancam bagi kepentingan politik partai-partai lain seperti NU, Masyumi, PNI, Parkindo dan lain-lain. Ketegangan yang ada di bawah, dibaca oleh tentara sebagai momentum untuk menguasai keadaan dan mengipasi situasi ke arah konflik horisontal antar kekuatan politik partai. Warna kebijakan dan jargon politik yang digunakan oleh Soekarno memang menempatkan PKI sebagai rekanan politik untuk mengimbangi kuatnya tekanan dan pengaruh politik militer yang dimainkan oleh A.H. Nasution. Belum lagi atmosfer politik internasional yang semakin keras ketika Amerika juga ikut memainkan setting politik nasional secara tidak langsung lewat agennya (CIA) di tubuh militer AD untuk membendung pengaruh komunisme Soviet dan Beijing. Dari sana faksi A.H. Nasution mendapat akses besar untuk masuk pada wilayah strategis sosial, politik dan ekonomi di samping pertahanan dan keamanan.

Selain itu, ada beberapa peristiwa penting di tingkat elit militer Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) yang menggiring kepada pecahnya drama politik G 30 S PKI, di antaranya : Pertama, kampanye Soekarno “Ganyang Malaysia” (September 1963) untuk mamobilisasi tentara dan rakyat secara massif. Taktik ini dirasa penting untuk mengurangi dominasi AD, karena lebih memegang peran daripada AL dan AU. Bahkan usaha ini membuat hubungan ketiga angkatan itu semakin menegang. Hal ini ditunjukkan dengan tidak hadirnya AD dalam agenda “Ganyang Malaysia”. Bagi AD agenda tersebut sangat tidak strategis karena pihak Amerika yang sudah menjalin hubungan secara dekat dengan AD tentu akan membantu Inggris yang pada waktu itu masih berkuasa atas Negeri Tetangga itu. Kedua, polemik berkepanjangan tentang usulan PKI membentuk “angkatan kelima”. Usul itu secara sengit ditolak AD tetapi didukung oleh AL dan AU, bahkan menurut Soekarno, hal itu perlu sebagai konsekwensi dari perang total dengan Neokolonialisme Amerika, Inggris dan sekutunya. Bila pembentukan itu terjadi, maka posisi AD terancam dan menguntungkan PKI. Ketiga, isu “Dewan Jenderal” yang digulirkan untuk menohok faksi di tubuh militer yang mendukung garis politik Soekarno. Keempat, peran agen intelijen Amerika (CIA). Tidak dipungkiri, andil Amerika dengan CIA-nya lewat tubuh AD begitu besar dalam penyusunan skenario besarnya. Penilaian demikian diperkuat oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dari Universitas Cornell, Ithaca New York Amerika Serikat. Bahkan dari hasil penelitian tersebut Benedict Anderson pernah mengatakan “Bahwa Soeharto dan pimpinan AD bertanggung jawab atas pembunuhan ini, itu jelas”. Alasannya, peran Soeharto waktu itu cukup strategis, sebagai pangkostrad, ia memegang komando pasukan untuk melakukan sebuah peperangan. Ungkapan tersebut diperkuat dengan salah satu data hasil otopsi jenazah para Jenderal yang dibunuh pada pagi buta 1 Oktober 1965, tidak menunjukkan bukti adanya penyiksaan secara kejam terhadap tubuh para perwira tinggi tersebut. Hasil otopsi menunjukkan bahwa mereka dibunuh dengan “tembakan peluru” bukan dengan siksaan seperti yang diberitakan oleh banyak media massa dan opini yang berkembang selama masa Orde Baru.

Pembacaan ini setidaknya memperlebar cara pandang, bahwa peristiwa sejarah tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Lebih-lebih bila sudut pandang itu dibuat secara sengaja dan tunggal oleh rezim yang tengah berkuasa, tentu banyak fakta yang semestinya diungkap akan dikunci rapat-rapat. Sebuah cara yang sangat tidak mendidik bagi generasi mendatang. 

Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Sejarah Terjadinya Perang Maluku
Read more ...

Friday, 17 June 2011

SEJARAH TERJADINYA PERANG JAGARAGA

Sejarah terjadinya Perang Jagaraga dalam artikel ini mencoba mendeskripsikan sejarah terjadinya Perang Jagaraga yang terjadi di Pulau Bali pada tahun 1846 – 1849. Semenjak dahulu Belanda berhasrat untuk menanamkan kekuasaannya di Pulau Bali. Hasrat tersebut belum dapat terpenuhi karena Belanda belum menemukan alasan yang kuat untuk menyerang pulau Bali. Waktu itu di Pulau Bali terdapat kerajaan-kerajaan, yaitu : Buleleng, Karangasem, Gianyar, Klungkung, Tabanan, Badung, Mengwi, Jembrana, dan Bangli.

Sejak zaman dahulu, di Pulau Bali berlaku suatu hukum adat yang disebut hak tawan karang, yaitu : bila ada suatu kapal yang terdampar di pantai Pulau Bali, muatan kapal beserta penumpangnya menjadi milik raja setempat. Kapal-kapal Belanda banyak yang melalui perairan di Pulau Bali. Dengan adanya hak tawan karang itu Belanda menganggap membahayakan bagi keselamatan harta bendanya beserta awak kapalnya.

Oleh karena itu, pada tahun 1839 Belanda mengadakan perjanjian dengan semua raja di Pulau Bali agar hak tawan karang itu dihapuskan. Sebagai gantinya Belanda akan membayar sejumlah uang untuk setiap kapal yang terdampar di pantai Pulau Bali. Akan tetapi kenyataannya janji Belanda itu tidak pernah ditepati. Pada tahun 1844, raja Buleleng merampas kapal Belanda yang secara kebetulan terdampar di Pantai Buleleng. Belanda mengadakan ultimatum agar muatan kapal yang terdampar itu dikembalikan kepada Belanda. Karena ultimatum itu tidak dihiraukan oleh raja Buleleng maupun oleh patihnya yang bernama Gusti Ktut Jelantik, maka terjadilah perang yang disebut Perang Buleleng. Pada akhir Juni 1846 Belanda mengerahkan angkatan darat dan angkatan laut untuk menyerang Buleleng. Walaupun raja Buleleng mendapat bantuan dari raja Karangasem—karena persenjataan Belanda jauh lebih lengkap dan modern—pasukan Belanda berhasil dapat merebut benteng dan menduduki keraton.

sejarah perang jagaraga, perang jagaraga

Dalam perkembangan selanjutnya raja Buleleng dan raja Karangasem terpaksa menandatangani perjanjian, yang isinya :


Raja Buleleng dan raja Karangasem menyatakan bahwa daerah-daerahnya merupakan bagian dari Hindia Belanda.
Raja Buleleng dan raja Karangasem tidak boleh mengadakan hubungan dengan bangsa Eropa,kecuali dengan bangsa Belanda.
Hak tawan karang raja-raja Bali harus dihapuskan.

Setelah Belanda mengadakan perjanjian tersebut, pasukannya banyak yang ditarik kembali ke Pulau Jawa. Sebab Belanda mengira sudah berhasil menundukkan Bali. Ternyata perkiraan Belanda itu meleset. Sebab hak tawan karang diberlakukan lagi oleh raja-raja Bali. Untuk menghadapi Belanda, raja Karangasem, Buleleng, dan Klungkung bersatu untuk menghimpun kekuatan. Mereka memusatkan pertahanannya di Benteng Jagaraga.
Setelah Belanda mendengar berita bahwa hak tawan karang diberlakukan lagi, maka pada tahun 1849 Belanda mengirimkan pasukannya ke Bali di bawah pimpinan Jenderal Miechiels, dengan tujuan menghancurkan Benteng Jagaraga yang dipertahankan oleh Gusti Ktut Jelantik. Pasukan Belanda ternyata tidak berhasil menggempur Benteng Jagaraga, karena jumlah pasukan dari ketiga kerajaan tersebut lebih besar. Maka Belanda kembali ke Batavia untuk mendatangkan pasukannya yang jumlahnya lebih besar dari pasukan ketiga kerajaan tersebut.
Pada pertengahan April 1849 Belanda menyerang Bali dengan pasukan yang lebih besar. Pasukan Karangasem, Buleleng, dan Klungkung walaupun berjuang dengan gigih masih terdesak juga oleh Belanda. Bahkan Benteng Jagaraga yang menjadi pusat pertahanan raja-raja Bali berhasil direbut oleh Belanda. Dengan demikian Bali Utara dapat dikuasai oleh Belanda, tetapi Bali Selatan belum bisa ditundukkan oleh Belanda. Oleh karena itu, serangan Belanda diteruskan ke selatan. Raja Karangasem mengadakan puputan, yaitu : perlawanan sampai mati oleh seluruh keluarga kerajaan beserta pengikut-pengikutnya.

Setelah Belanda berhasil menguasai Karangasem, lalu meneruskan serangannya ke Klungkung. Meskipun Benteng Kusumba dipertahankan secara mati-matian, pada akhirnya dapat juga direbut oleh Belanda. Dalam pertempuran untuk merebut Benteng Kusumba, Jenderal Miechiels tewas. Dengan tewasnya Jenderal Miechiels, serangan Belanda terhadap raja-raja di Bali yang belum tunduk menjadi dahsyat lagi. Raja-raja yang belum tunduk itu, dipaksa oleh Belanda untuk menandatangani suatu perjanjian yang berisi :
Raja-raja Bali harus bersedia menerima kedatangan Belanda di Bali.
Raja-raja Bali tidak boleh mencampuri urusan pemerintahan dari kerajaan-kerajaan lain.
Demikianlah sejarah terjadinya perang jagaraga. Semoga bermanfaat.  
Silahkan baca juga Terapi Akal Sehat Sejarah


 
  


 
 
    Read more ...
    Designed By Blogger Templates