Sunday, 24 July 2011

TIPS MEMENUHI KEBUTUHAN NUTRISI ANAK

Tips memenuhi kebutuhan nutrisi anak dalam artikel ini mencoba menguraikan beberapa tips tentang cara menyajikan makanan agar anak tumbuh sehat dan optimal. Orang tua sering menemui masalah untuk memenuhi nutrisi anak. Penyebabnya banyak, salah satunya anak yang sulit makan.


tips memenuhi nutrisi anak

Di bawah ini ada beberapa tips yang membantu, yaitu : 
  1. Buatlah makanan tampil lebih menarik. Anda dapat membuat makanan dengan hiasan berbentuk benda-benda yang disukai oleh anak.
  2. Buatlah situasi makan yang menyenangkan. Anak yang sedih ataupun tertekan sering kali menjadi malas untuk makan.
  3. Campurkan sayuran ke dalam makanan yang disukai anak. Ini dilakukan terutama untuk anak-anak yang kurang menyukai sayuran. Begitu juga dengan anak yang tidak menggemari makanan tertentu seperti daging, telur, ataupun ikan.
  4. Jangan beri anak makanan yang dapat mengurangi nafsu makan, seperti permen ataupun makanan ringan lain.
  5. Berikan susu sesuai dengan usia dan kebutuhan anak. Anak usia 1 - 6 tahun membutuhkan nutrisi yang dapat menunjang pertumbuhan fisik. Sedangkan anak usia 7 - 12 tahun membutuhkan nutrisi yang mendukung proses belajar. 
Demikianlah beberapa tips memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Tips Menghilangkan Bau Mulut











Read more ...

Friday, 15 July 2011

ASAS-ASAS JINAYAH

Dalam fiqh jinayah atau hukum pidana Islam dikenal tiga kelompok asas hukum, yakni asas legalitas yang berkenaan dengan unsur formal hukum pidana Islam; asas moralitas yang berkenaan dengan unsur moral hukum pidana Islam; dan asas material yang berkenaan dengan unsur material hukum pidana Islam.

1. Asas Legalitas
Asas legalitas dalam fiqh jinayah berbunyi :

لا جَرِيْمَة وَلاعُقوْبَة اِلاَّ باالنصِّ
Artinya : Tidak ada tindak pidana dan tidak ada sanksi hukum atas suatu tindakan tanpa ada aturannya.

Asas ini didasarkan kepada al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 15, dan surat al-Qashash ayat 59. Kedua ayat tersebut menyatakan bahwa Allah swt. tidak akan mengadzab siapapun juga kecuali jika Ia telah mengutus Rasul-Nya. Asas legalitas ini melahirkan kaidah yang berbunyi :

لاحُدُوْدَ لاَفعَالِ العُقلاءِ قَبْلَ وُرُوْدِ النصِّ
Artinya : Tidak ada hukum bagi tindakan-tindakan manusia sebelum ada aturan hukumnya.
Kelanjutan dari asas legalitas di atas ialah asas atsarun raj’iyyun yakni tidak adanya daya berlaku surut ketentuan hukum pidana.


Asas Jinayah dalam Islam


Asas legalitas ini mengenal juga asas teritorial dan non teritorial. Asas teritorial menyatakan bahwa hukum pidana Islam hanya berlaku di wilayah di mana hukum Islam diberlakukan, yakni : 1. Negara-negara Islam; 2. Negara yang berperang dengan negara Islam; 3. Negara yang mengadakan perjanjian damai dengan negara Islam. Asas non teritorial menyatakan bahwa hukum pidana Islam berlaku bagi seorang muslim tanpa terikat di mana ia berada, apakah ada di wilayah di mana hukum pidana Islam diberlakukan (tiga negara tersebut di atas), maupun di negara yang secara formal tidak diberlakukan hukum pidana Islam.

2. Asas Material
Asas material hukum pidana Islam menyatakan bahwa tindak pidana ialah segala yang dilarang oleh hukum, baik dalam bentuk tindakan yang dilarang maupun tidak melakukan tindakan yang diperintahkan, yang diancam hukum (had atau ta’zir).

Berdasarkan atas asas material ini, sanksi hukum pidana Islam mengenal dua macam : hudud dan ta’zir. Hudud adalah sanksi hukum yang kadarnya telah ditetapkan secara jelas berdasarkan teks atau nash, baik al-Qur’an maupun hadits. Sementara ta’zir adalah sanksi hukum yang ketetapannya tidak ditentukan, atau tidak jelas ketentuannya, baik dalam al-Qur’an maupun hadits. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan asas material ini lahirlah kaidah hukum pidana yang berbunyi :

اِدْرَءُوا الحُدُوْدَ بالشُبْهَاتِ
Artinya : Hindarkanlah pelaksanaan hudud jika ada kesamaran atau syubhat.

Asas material pun mengenal asas pemaafan dan asas tobat. Asas pemaafan dan tobat menyatakan bahwa orang yang melakukan tindak pidana, baik atas jiwa, anggota badan maupun harta, dapat dimaafkan oleh pihak yang dirugikan apabila yang bersangkutan bertobat. Bentuk tobat dapat mengambil bentuk pembayaran denda yang disebut diyat, kafarat, atau bentuk lain, yakni langsung bertobat kepada Allah swt. Oleh karena itu, lahirlah kaidah yang menyatakan bahwa : Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak berdosa.

3. Asas Moralitas
Ada beberapa asas moral hukum pidana Islam :

a. Asas Adamul Uzri yang menyatakan bahwa seseorang tidak diterima pernyataannya bahwa ia tidak tahu hukum.

b. Asas Raful Qalam yang menyatakan bahwa sanksi atas suatu tindak pidana dapat dihapuskan karena alasan-alasan tertentu, yaitu karena pelakunya di bawah umur; orang yang tertidur; dan orang gila.

c. Asas al-Khath wa Nisyan yang secara harfiah berarti kesalahan dan kelupaan. Asas ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dituntut pertanggungan jawab atas tindakan pidananya jika ia dalam melakukan tindakannya itu karena kesalahan atau karena kelupaan. Asas ini didasarkan atas surat al-Baqarah ayat 286.

d. Asas Suquth al-‘Uqubah yang secara harfiah berarti gugurnya hukuman. Asas ini menyatakan bahwa sanksi hukum dapat gugur karena dua hal : pertama, karena si pelaku dalam melaksanakan tindakannya melaksanakan tuga; kedua, karena terpaksa. Pelaksanaan tugas dimaksud adalah seperti : petugas eksekusi qishash (algojo), dokter yang melakukan operasi atau pembedahan, dsb. Keadaan terpaksa yang dapat menghapuskan sanksi hukum seperti : membunuh orang dengan alasan membela diri, dsb. Demikianlah uraian tentang asas-asas jinayah. Semoga bermanfaat. 

Silahkan baca juga Teori Tentang Berlakunya Hukum Islam di Indonesia
Read more ...

Saturday, 9 July 2011

ASAS-ASAS MUAMALAT

Muamalat dalam artikel ini adalah muamalat dalam pengertian khusus, yakni hukum yang mengatur lalu lintas hubungan antar perorangan atau pihak menyangkut harta, terutama perikatan, dan jual beli. Sedangkan asas-asas muamalat meliputi pengertian-pengertian dasar yang dapat dikatakan sebagai teori-teori yang membentuk hukum muamalat. Asas-asas muamalat ini berkembang sebagaimana tumbuh dan berkembangnya tubuh manusia.

1.  Asas Tabadulul Manafi’
Asas tabadulul manafi’ berarti bahwa segala bentuk kegiatan muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta’awun atau mu’awanah sehingga asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing dalam rangka kesejahteraan bersama.


Asas Muamalat dalam Islam


Asas tabadulul manafi’ adalah kelanjutan dari prinsip pemilikan dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa segala yang di langit dan di bumi pada hakikatnya adalah milik Allah swt. Dengan demikian, manusia sama sekali bukan pemilik yang berhak sepenuh-penuhnya atas harta yang ada di bumi ini, melainkan hanya sebagai pemilik hak memanfaatkannya. Prinsip hukum tentang pemilikan ini didasarkan atas firman Allah swt. surat al-Ma’idah ayat 17.

2. Asas Pemerataan
Asas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalat yang menghendaki agar harta itu tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang sehingga harta itu harus terdistribusikan secara merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin. Oleh karena itu, dibuatlah hukum zakat, shadaqah, infaq, dan sebagainya, di samping dihalalkannya bentuk-bentuk pemindahan pemilikan harta dengan cara yang sah, seperti : jual-beli, sewa-menyewa, dan sebagainya. Asas ini pun merupakan pelaksanaan firman Allah swt. surat al-Hasyr ayat 7 yang menyatakan bahwa harta itu agar tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja.

3. Asas ‘An Taradin atau Suka Sama Suka
Asas ini merupakan kelanjutan dari asas pemerataan di atas. Asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan di sini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam arti kerelaan dalam menerima dan atau menyerahkan harta yang dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalat lainnya. Asas ini didasarkan atas firman Allah swt. surat al-An’am ayat 152; surat al-Baqarah ayat 282.

4. Asas Adamul Gurar
Asas adamul gurar berarti bahwa pada setiap bentuk muamalat tidak boleh ada gurar, yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi atau perikatan. Asas ini adalah kelanjutan dari asas ‘an taradin.

5. Asas al-Birr wa at-Taqwa
Asas ini menekankan bentuk muamalat yang termasuk dalam kategori suka sama suka ialah sepanjang bentuk muamalat dan pertukaran manfaat itu dalam rangka pelaksanaan saling menolong antar sesama manusia untuk al-birr wa at-taqwa, yakni kebajikan dan ketakwaan dalam berbagai bentuknya. Dengan kata lain, muamalat yang bertentangan dengan kebajikan dan ketakwaan atau bertentangan dengan tujuan-tujuan kebajikan dan ketakwaan tidak dapat dibenarkan menurut hukum.

6. Asas Musyarakah
Asas Musyarakah menghendaki bahwa setiap bentuk muamalat merupakan musyarakah, yakni kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi keseluruhan masyarakat manusia. Oleh karena itu, ada sejumlah harta yang dalam muamalat diperlakukan sebagai milik bersama dan sama sekali tidak dibenarkan dimiliki oleh perorangan. Asas ini melahirkan dua bentuk pemilikan : Pertama, milik pribadi atau perorangan (milk adamiy), yakni harta atau benda dan manfaat yang dapat dimiliki secara perorangan. Kedua, milik bersama atau milik umum yang disebut hak Allah swt. atau haqqullah. Benda atau harta milik Allah swt. itu dikuasai oleh pemerintah, seperti : air, udara, dan kandungan bumi, baik mineral maupun barang tambang lainnya. Bahkan ada harta yang dinyatakan Rasulullah saw. sebagai harta yang dimiliki oleh seluruh umat manusia, yaitu : air, api, dan garam. Demikianlah uraian tentang asas-asas muamalat. Semoga bermanfaat.
Silahkan baca juga Asas-asas Jinayah

Read more ...

Tuesday, 5 July 2011

ILMU FARAID (ILMU MAWARIS)

A. Pengertian Ilmu Faraid (Ilmu Mawaris)
Ilmu faraid (ilmu mawaris) yaitu ilmu yang membahas pembagian harta pusaka atau ilmu yang menerangkan  perkara pusaka. Pusaka dalam bahasa Arab disebut attirkah, peninggalan orang yang telah mati, yakni harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.

Pusaka wajib dibagi menurut semestinya sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Adapun setelah diterima kemudian diberikan kepada saudaranya yang dianggap lemah ekonominya dalam lingkungan keluarganya itu terserah. Namun, harta benda itu wajib dibagi menurut semestinya, sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dalam al-Qur’an.


Ilmu Mawaris, Ilmu Faraid, Ilmu Waris Islam


B. Tujuan Ilmu Faraid (Ilmu Mawaris)
Tujuan ilmu faraid (ilmu mawaris) ialah untuk menyelamatkan harta benda si mati agar terhindar dari pengambilan harta orang-orang yang berhak menerimanya dan agar jangan ada orang-orang yang makan harta hak milik orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal. Inilah yang dimaksud Allah swt. dalam firman-Nya :

وَلا تَأكُلوْا امْوَالكُمْ بَيْنَكُمْ بِالبَاطِل

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (Al-Baqarah [2] : 188)

C. Kedudukan Ilmu Faraid (Ilmu Mawaris)
Orang-orang yang mempunyai ilmu faraid (ilmu mawaris) hampir sudah tidak ada, dan pembagian waris yang diatur menurut syari’at Islam sudah tidak banyak dilaksanakan oleh umat Islam sendiri. Kalau ada orang yang mati meninggalkan harta pusaka, tidak segera dibagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga akhirnya harta pusaka itu habis tidak terbagi.

Rasulullah saw. sudah mensinyalir keadaan yang demikian, sehingga beliau sangat menekankan kita kaum muslimin untuk mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris), karena ilmu ini lama-lama akan lenyap, yakni orang-orang menjadi malas untuk melaksanakan pembagian pusaka menurut semestinya, yang diatur hukum Islam.

Rasulullah saw. bersabda :

تعَلَّمُواالْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَاالنَّاسَ فَاِنِّى امْرُؤٌمَقبُوْضٌ وَاِنَّ الْعِلْمَ سَيُقبَضُ وَتَظْهَرُالْفِتَنُ حَتّى يَخْتَلِفَ اِثنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلايَجِدَانِ مَنْ يَّقضِيْ بَيْنَهُمَا ( رواه الحاكم )

Artinya : “Pelajarilah faraid (pembagian harta warisan) dan ajarkanlah kepada orang lain. Sesungguhnya aku adalah seorang manusia yang bakal dicabut nyawa. Dan sesunguhnya ilmu itu pun akan ikut tercabut pula. Juga akan hadir fitnah-fitnah sehingga terjadilah perselisihan antara dua orang karena hal warisan. Kemudian mereka berdua itu tidak mendapatkan orang yang akan memberi keputusan (terhadap masalah yang diperselisihkan itu) di antara mereka berdua berdua.” (Riwayat Al-Hakim)

D. Hukum Mempelajari Ilmu Faraid (Ilmu Mawaris)
Mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris) hukumnya fardhu kifayah, artinya kalau dalam segolongan umat sudah ada orang yang mengerti dan memahami ilmu faraid (ilmu mawaris), yang lain tidak lagi diwajibkan mempelajarinya. Sedangkan apabila dalam segolongan umat sama sekali tidak ada yang mengerti ilmu faraid (ilmu mawaris), maka segolongan umat itu berdosa.

Mengapa hukum waris Islam merupakan segi hukum yang sangat penting, sehingga digolongkan fardhu kifayah. Dalam kaitan ini Rasulullah saw. bersabda :

تَعَلَّمُوْاالْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَافَاِنَّهَانِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَيُنْسى وَهُوَ اَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ اُمَّتِى

Artinya : “Pelajarilah faraid dan ajarkan dia karena ia seperdua ilmu dan ia akan dilupakan dan dialah yang pertama akan dicabut dari umatku.” (Riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni)

Peringatan Rasulullah saw. ini betul-betul nyata sekarang. Banyak ulama yang mengerti berbagai ilmu, tetapi dalam ilmu faraid (ilmu mawaris) makin lama makin dilupakan orang. 
   والله اعلم
Silahkan baca juga Asas-asas Muamalat 
Read more ...
Designed By Blogger Templates